Rabu, 25 September 2013

Pajak Orang Kaya Sebaiknya Dinaikkan

Penerimaan negara yang berasal dari pajak selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sayangnya, penerimaan pajak yang naik selalu diikuti dengan pengeluaran negara yang juga meningkat tiap tahunnya. Faktanya, APBN selalu mengalami defisit. Bahkan, penerimaan pajak kerap tidak mencapai target yang telah disepakati dalam APBN.
Diungkapkan oleh Tenaga Pengkaji Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Samon Jaya, tidak optimalnya penerimaan pajak disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah kelemahan atuan pajak, kendala sumber daya dan penetapan fasilitas dan insentif pajak yang tidak tepat. Yang paling dominan, banyak warga negara yang tidak mendaftar ke kantor pajak, tidak membayar, tidak melapor, tidak melaporkan semua penghasilan dan kurang bayar.
“Paling besar itu berada pada warga negara yang tidak mendaftarkan ke kantor pajak, tidak membayar, tidak melapor, tidak melaporkan semua penghasilan dan kurang bayar,” kata Samon Jaya.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Berly Martawardaya menilai banyak sektor potensial penerimaan pajak yang tidak dioptimalkan. Salah satunya adalah menarik pajak bagi miliarder.
Berly pun mengusulkan agar Indonesia menerapkan pajak miliarder. Sejauh ini, besaran pajak yang dibebankan kepada orang kaya maksimal 35 persen. “Kenapa tidak menetapkan rate pajak 40 persen untuk bracket(jumlah—red)pendapatan diatas Rp5 miliar?,” kata Berly.
Ia mencontohkan negara-negara Skandanavia dan Swedia yang telah menerapkan model tersebut. Di sana diterapkan ratepajak 50 persen atas orang kaya. Di Indonesia rate tertinggi saat ini masih berada pada angka 35 persen. Berly juga menyarankan agar pemerintah mengembalikan capital gain tax atau pajak perdagangan saham di pasar bursa saham dikembalkan ke PPh. Tujuannya agar pengenaan pajak dapa disamakan dengan pajak pada pendapatan umum.
Untuk diketahui, saat ini, capital gain tax atau setiap transaksi di pasar modal hanya dikenakan pajak dengan rate 0.01 persen. Pemberian rate 0,01 persen kepada pemain saham dimaksudkan untuk meningkatkan minat masyarakat ke pasar modal. Sayangnya, maksud pembuat kebijakan ituhingga saat ini belum tercapai. Jumlah capital di pasar modal tidak naik signifikan dengan aturan tersebut. "Rata- rata yang bermain di pasar modal itu orang berduit," jelas Berly.
Selain itu, diharapkan pemerinah harus mewajibkan pemilikan NPWP bagi semua pekerja, lulusan perguruan tinggi serta saat pengurusan paspor. Kewajiban kepemilikan NPWP terhadap tiga hal tersebut sudah dilakukan oleh negara-negara maju seperti Eropa, sehingga semua penduduk memiliki NPWP.
Anggota Komisi XI Arif Budimanta pada dasarnya menilai usulan kenaikan pajak bagi orang kaya di Indonesia wajib untuk dipertimbangkan. Namun ia mengingatkan, peningkatan tarif harus diikuti dengan insentif terhadap perubahan kebijakan pembangunan yang lebih memberikan manfaat. Kebijakan pajak dalam konteks penerimaan harus diikuti dengan kualitas pengeluaran atau belanja yang baik.
“Harus dilihat secara keseluuhan berapa banyak miliarder di indonesia. Selain itu, selama gap antara kualitas pengeluaran tidak seimbang dengan penerimaan, masyarakat akan tetap mencari celah untuk tidak bayar pajak,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azissepakat atas usulan tersebut. Tetapi, kata dia, harus diikuti dengan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. “Setuju tapi harus ada revisi undang-undangnya karena sejauh ini maksimal 35 persen,” jelas Harry.
Sementara terkait wacana revisi UU KUP, Harry mengatakan sejauh ini belum ada masukan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Serta, juga tidak dimungkinkan untuk merevisi UU KUP atas dasar inisiatif DPR.“Sekarang saja masih banyak RUU yang belum selesai, jadi tidak bisa dalam waktu dekat,” ungkapnya.

Terakit wacana ini, Samon Jaya tidak terlalu banyak menanggapi hal tersebut. Ia hanya menegaskan pihaknya siap menjalankan semua keputusan yang disepakati oleh DPR dan Kemenkeu. “DJP hanya menjalankan saja. Jadi,apapun kebijakannya nanti akan kami jalankan,” pungkasnya.

dikutip dari Hukumonline.com diakses pada tanggal 26 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar